Saturday 12 May 2012

ANATOMI MATA


Anatomi Organ Mata
Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-otot) di sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan, yaitu : 1. Tunika Fibrosa (lapisan luar), terdiri dari kornea dan sclera 2. Tunika Vasculosa (lapisan tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari chorioidea, corpus ciliaris, dan iris yang mengandung pigmen dengan musculus dilatator pupillae dan musculus spchinter pupillae. Tunika Nervosa (lapisan paling dalam), yang mengandung reseptor teridir dari dua lapisan, yaitu : Stratum Pigmenti d dan Retina (dibedakan atas Pars Coeca yang meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris; Pars Optica yang berfungsi menerima rangsang dari conus dan basilus Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari : a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara kornea dan lensa kristalina, dibelakang dan di depan iris. b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris. c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa dengan retina. Anatomy Mata
Reseptor di Mata
Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang). Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu :
a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang hari dan penglihatan warna dengan conus
b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam hari dengan basilus
Jalannya Impuls di Mata
Manusia apat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut :
Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus opticus. Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling bersilangan sehingga membentuk chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang berasal dari sebelah lateral retina tidak bersilangan. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat pusat penglihatan.
Gambar Conus Mata
Gambar Impulse Mata
Visus (Ketajaman Penglihatan)
Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut visus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah :
a. Sifat fisis mata, yang meliputi ada tidaknya aberasi (kegagalan sinar untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah melewati suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek, dan mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya yang dapat menyebabkan ametropia yang meliputi :
1) Myopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :
- axis terlalu panjang
- kekuatan refraksi
lensa terlalu kuat
2) Hypermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomo- dasi akan memusat di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :
- axis bola mata terlalu Pendek
- kekuatan refraksi lensa kurang kuat
Gambar Mata Normal Gambar Mata Myopi (rabun) Gambar Penglihatan Rabun
Gambar Hypermetropia
3) Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasa-nya disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang berbentuk bujur).
b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda yang berwarna komplemennya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat, dan intensitas cahaya.
c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil minimum separable (jarak terkecil antara garis yang masih terpisah).
Mengukur Visus (Ketajaman Penglihatan)
Untuk mengetahui visus adalah dengan menggunakan suatu pecahan matematis yang menyatakan perbandingan 2 jarak, yang juga merupakan perbandingan ketajaman penglihatan seseorang dengan ketajaman penglihatan orang normal. Dalam praktek digunakan optotype dari Snellen
Gambar Astigmatisma
V = d / D
keterangan,
V= Visus d = jarak antara optotype dengan subjek yang diperiksa D = jarak sejauh mana huruf-huruf masih dapat dibaca mata normal
Rumus Mengukur Visus
Punctum Proximum
Visus berkaitan erat dengan mekanisme akomodasi seperti yang telah disebutkan di atas, adanya kontraksi akan menyebabkan peningkatan kekuatan lensa, sedangkan relaksasi menyebabkan pengurangan kekuatan, Akomodasi memiliki batas maksimum, jika benda yang telah fokus didekatkan lagi, maka bayangan akan kabur. Titik terdekat yang masih dilihat jelas oleh mata dengan akomodasi maksimum disebut punctum proximum (PP).
Punctum Remotum
Titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas tanpa mata berakomodasi adalah tidak terbatas. Kondisi ini disebut dengan punctum remotum (PR).
Ketuaan, Rabun Dekat, dan Penyakit Katarak
Makin tua usia seseorang, makin jauh jarak PP; disamping itu elastisitas lensa juga berkurang dan daya mencembung juga berkurang (disebut PRESBYOPIA atau Mata Tua—Rabun Dekat??). Berkurangnya elastisitas oleh proses penuaan adalah akibat terjadinya kalsifikasi (pengapuran). Endapan-endapan kapur ini menghambat elastisitas mata. kalsifikasi ini juga dapat menyebabkan katarak pada kornea.
Amplitudo Akomodasi
Dalam akomodasi juga terdapat Amplitudo Akomodasi (AA), yaitu jarak benda yang dapat dilihat jelas yaitu yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP) dan kekuatan refraksi statis (PR). pada presbyopia, AA berkurang karena kekuatan refraksi dinamisnya berkurang.
Gambar Orang Tua (Ketuaan)
Gambar Presbiopi
Melihat Warna
Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau.
Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
Teori Young-Helmholtz
Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini ada 3 macam conus, yaitu :
1. Conus yang menerima warna hijau
2. Conus yang menerima warna merah
3. Conus yang menerima warna violet
Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.75 (76% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-
Gambar Gradasi Warna Gambar Kombinasi Warna Dasar dengan Putaran Maxwell
kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75 : 13 :0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Unsuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0 : 14 : 86; untuk sensasi jingga tua-kuning , kelompok rasionya 100 : 50 : 0; untuk sensasi hijau, kelompok rasionya 50 : 85 : 15, demikian seterusnya.
Buta Warna Total dan Partial
Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sama sekali. Cacat tersebut dinamakan buta warna yang mempenagruhi total maupun sebagian kemampuan individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir cukup nyata, antara lain :
a) Akromatisme atau Akromatopsia, adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu
b) Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-warna merah dan hijau. Untuk kesimpangsiuran warna ini ada tiga tipe, yaitu :
- Deutrinophia, yaitu orang yang kehilangan kerucut hijau sehingga ia tidak dapat melihat warna hijau
- Protanophia, yaitu orang yang kehilangan kerucut merah sehingga ia buta warna merah
- Tritanophia, yaitu kondisi yang ditandai oleh ketidakberesan dalam warna biru dan kuning dimana conus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum visual
Gambar Buta Warna Total (hanya melihat hitam-putih)
Gambar Deutronophia (tidak melihat warna hijau)
Gambar Protanophia
(tidak melihat warna merah)
Teori Hering tentang Buta Warna Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tidak mempunyai substansi warna merah-hijau (daltonis). Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau, sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total jarang terjadi karena itu jarang ada individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis sama sekali.
Hering juga menyatakan bahwa ada 3 macam substansi fotochemis yang memiliki 6 macam kualitas dan dapat memberikan 6 macam sensasi. Substansi ini dapat dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang-rangsang tertentu. Ke-2 macam substansi itu adalah :
- Substansi putih/hitam
- Substansi merah/hijau
- Substansi kuning/biru
Kalau terlihat warna putih, berarti semua gelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau melihat warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi).
Keberatan terhadap Teori Hering
Ada keberatan-keberatan terhadap teori Hering karena tidak sesuai dengan doktrin energi spesifik. Dalam doktrin energi spesifik, tiap satu reseptor hanya
Gambar Protanophia (tidak melihat warna biru dan kuning)
dapat menerima satu macam rangsang yang tetap dan hanya dapat memberikan satu sensasi yang tepat. Sedangkan dalam teori Hering, satu substansi dianggap dapat mengadakan 2 sensasi warna.
Baca Selanjutnya >>